Oleh; Qiqi Ayu
Kampus,
selain tempat belajar mahasiswa, juga merupakan miniatur Indonesia dengan
bangsa dari berbagai latar belakang suku, agama, ras dan antargolongan.
Perbedaan yang ada di lingkungan kampus bukan menjadi penghalang untuk menimba
ilmu, namun justru menjadi warna indah dalam bingkai toleransi. Dari lingkungan
kampus inilah, tangan yang selama ini tidak saling mengenal justru saling
bergandengan, membantu dan memberikan dukungan satu sama lain demi meraih masa
depan yang gemilang. Canda dan tawa dalam menjalani aktivitas di lingkungan
kampus menjadikan ikatan pertemanan, persahabatan, dan bahkan persaudaraan.
IKIP Muhammadiyah Maumere merupakan kampus yayasan
Islam Muhammadiyah tetapi sebagian besar mahasiswanya beragama Katolik, ini di
karenakan kampus berada di tengah-tengah masyarakat yang memeluk agama Katolik. Kota Maumere, kabupaten Sikka yang terletak di pulau Flores Nusa Tenggara Timur
ini sebagian besar penduduknya adalah pemeluk agama Katolik jadi
wajar saja jika sebagian besar mahasiswa IkipMu Maumere beragama Katolik.
Itu
adalah keunikan-keunikan yang ada di perguruan tinggi. Harus diberikan
kebebasan kepada setiap perguruan tinggi, tidak boleh ditentang, karena itu
otoritas kampus.
Situasi
itulah yang dirasakan oleh Rizky Ayu Bestari, seorang muslimah asal Kediri,
Jawa Timur, yang saat ini menjadi mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, IKIP
Mumammadiyah Maumere. Kiki begitu teman-teman memanggilnya, merupakan mahasiswa
pindahan dari Universitas Islam Kadiri. Dia masuk di IKIP Mumammadiyah Maumere
pada tahun ajaran 2016/2017. Ia baru merasakan kuliah bersama mahasiswa yang
lebih banyak memeluk agama Katolik karena di kampus lamanya merupakan kampus
Islam dan 90% mahasiswanya muslim. Sedangkan di IKIP Mumammadiyah Maumere
teman, dosen, sampai karyawan dari berbagai daerah dan agama, tetapi selama
kuliah di IKIP Mumammadiyah Maumere, Kiki tidak pernah mendapat perlakuan yang
berbeda. Selama kuliah di IkipMu Maumere, tidak ada istilah mayoritas dan
minoritas. Ia justru mendapat pelajaran baru cara menghormati satu sama lain.
Seperti
yang baru-baru terjadi adalah seluruh umat muslim menjalankan puasa di bulan
Ramadhan. Saat bulan puasa, teman-teman yang nonmuslim selalu menghormati
dengan tidak makan atau minum di depannya, bahkan mereka selalu minta maaf
kalau mau makan dan pergi jauh-jauh, Kiki justru merasa tidak enak, karena
baginya sebenarnya itu tidak masalah.
Pihak
kampus, juga memberikan waktu seluas-luasnya bagi mahasiswa untuk menjalankan
ibadah sesuai agamanya. Misalnya, saat waktu salat zuhur, meski sedang kuliah,
mahasiswa yang beragama Islam diperbolehkan meninggalkan kelas untuk
menjalankan ibadahnya. Pelajaran agama pun bersifat diskusi tanya-jawab.
Bagaimana mengenal agama-agama di Indonesia, bagaimana menjaga kebinekaan, dan
saling menghormati.
Di
lingkungan IKIP Mumammadiyah Maumere, melihat mahasiswa beragama Katolik duduk
bersama mahasiswa berjilbab, bercanda, makan bersama atau berdiskusi sudah hal
yang biasa. Ada juga yang tinggal satu kos, bahkan ada teman Kiki yang Bergama
Katolik dari jurusan lain yang pernah meminjam jilbabnya karena ingin merasakan
bagaimana cara memakai jilbab. Dan saling bertukar pengalaman tentang agama
masing-masing.
Perbedaan
bukan menjadi penghalang untuk menjalin pertemanan maupun persaudaraan. Justru
perbedaan itu harus dirayakan dan menjadi indah.
Satu
hal yang menarik dari sebuah dinamika toleransi dan persaudaraan yang Kiki
rasakan salah satunya adalah ketika shalat zuhur , misalnya, mahasiswa yang
nonmuslim sering mengantar/menemani jalan kaki mahasiswa muslim ke masjid depan
kampus dan sering kali mengingatkan agar jangan bolos shalat. Bahkan pernah
waktu kuliah hari jum’at Dosen pengajarnya beragama Katolik, beliau dengan
semangat mengingatkan pada teman laki-laki yang beragama Islam agar berangkat
shalat Jum’at.
Di
IKIP Mumammadiyah Maumere, mereka yang mahasiswa perempuan nonmuslim di
persilakan tidak mengenakan jilbab, tidak ada paksaan untuk mengikuti ibadah
sesuai agama Islam. Mereka dipersilahkan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya
masing-masing. Mahasiswa nonmuslim memilih menuntut ilmu di kampus Islam tentu
atas dasar ingin mendapatkan apa yang tak bisa didapatnya di kampus lain.
Kehidupan toleransi di lingkungan kampus IKIP Mumammadiyah Maumere ini justru
bisa menjadi contoh untuk di terapkan di lingkungan masyarakat.
Oleh
karena itu mahasiswa yang patut di acungi jempol ialah mahasiswa yang dapat
memahami dirinya sendiri, saling mengingatkan, toleransi dan juga mengindahkan
perbedaan. Hal tersebut juga dapat membantu masyarakat agar terciptanya
keamanan dan kenyamanan bersama di lingkungan masyarakat.
Berbagai dinamika
tersebut mengidentifikasikan bahwa kampus merupakan tempat yang sangat
berpengaruh kepada mahasiswa baik di kehidupan saat berkuliah dan kehidupannya
yang akan mendatang karena itulah yang akan menentukan nasib mahasiswa itu
sendiri kemanakah dia atau apakah yang akan dia lakukan setelah meraih gelar
Sarjana.
Oleh; Qiqi Ayu |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar